BUNDA = CINTA AYAH : KEIKHLASAN
Cuplikan dari penulis dan guru spiritual ku : Gede Prama
dari kiri: Untung Hartono, Nadira, Safina, Bude Henny, Rea, Susi (penulis) |
Dalam ilmu
pengetahuan sudah lama di kenal archaelogy of knowledge yang memberi inspirasi
bahwa pengetahuanpun ada silsilahnya.
Dalam karya indah
Fritjof Capra berjudul The Tao of Physics bisa ditemukan tidak saja jejak-jejak
pengetahuan Newton, Einstein, dan Hesenberg, tetapi juga bisa ditemukan
sidik-sidik jari Confusius,Buddha, dan Krishna. Di bagian tertentu temuan
Fritjof Capra (doctor fisika kelahiran Austria ) tentang atom dan subatom,
bahkan diberi judul The Dancing of Shiva.
Yang menggembirakan,
tidak saja Barat ada sintesis Barat Timur ala ritjof Capra, di Timur juga ada
sintesis serupa, Yongey Mingyur Rinpoche dalam The Joy of Living, tidak saja fasih berbicara meditasi,
tetapi juga mendalam ketika mengulas fisika, biologi sampai psikologi kognitif.
Bila ia fasih dengan nama-nama seperti Dalai Lama, Karmapa, Tilopa, Marpa dan
Milarepa bisa dimaklumi karena punya darah Tibet .
Namun, lebih dari itu,
Mingnyur Rinpoche juga fasih dengan karya-karya Niels Bohr, Albert Einstein,
sampai ahli biologi Fransisco J Varela.
Apa yang mau
dikemukakan melalui dua contoh ini, dimana mana telah terjadi proses interaksi
yang saling mempengaruhi. Kemudian membentuk wajah pengetahuan yang plural,
toleran dan bersahabat.
Sufi adalah sebuah
tradisi indah di dalam Islam. Ia memberi banyak inspirasi manusia yg berkarya
di Barat. Jalalludin Rumi telah lama menjadi Albert Einstein-nya dunia
Sufi. Paralelisme antara ajaran-ajaran
Buddha dan ajaran-ajaran Yesus dilakukan banyak penulis.
Semua ini, seperti
sedang bercerita ke umat manusia, tidak saja dalam pengetahuan sekat-sekat
mulai roboh, dalam spiritualitas pun tembok-tembok pemisah mulai runtuh.
Mahatma Gandhi lahir, bertumbuh, dan meninggal di keluarga Hindu.
Namun, begitu
menyangkut perjuangan tanpa kekerasan ia menjadi acuan banyak sekali orang
Islam,Kristen,Katolik dan Buddha. Gandhi telah menjadi Max Weber-nya gerakan
antikekerasan.
Nelson Mandela
bertumbuh di keluarga Kristiani, tetapi keteladanannya dalam hal memaafkan masa
lalu menjadi cahaya penerang banyak sekali manusia.
Anak-anak di sekolah
dasar hanya sedikit yg bisa bergelar doctor nantinya. Pejalan kaki ke dalam
diri juga sama. Amat sedikit yg bisa sampai di puncak gunung, seperti Rumi,
Mandela dan Gandhi.
Sebagaimana
dicontohkan alam, kebanyakan orang memulai perjalanan seperti hujan. Jalannya
kencang, menghujam setiap hal yang ada di bumi. Ini yang bisa menjelaskan
mengapa sebagian lebih generasi muda mengisi keseharian (belajar, bekerja)
sambil bernyanyi lirik lagu maju tak gentar, membela yang benar….
Semangat, keras dan
penuh tenaga itulah tanda-tanda manusia yang baru sampai disini. Sebagian
politikus, akademisi, dan pengusaha yang
penuh ambisi ada dalam kelompok ini.
Namun, air hujan mana
pun begitu menyatu dengan sungai mulai kehilangan sebagian sifat-sifat
kerasnya. Aliran sungai menghadiahkan kelembutan pada air hujan. Kendati di
bagian-bagian tertentu air sungai masih keras dan ganas (seperti air terjuan
atau banjir banding) di kebanyakan waktu dan tempat air sungai itu lembut.
Persis seperti
pemandangan sungai yg ditandai barang keras seperti batu serta barang lembut
berupa air, demikian juga dengan manusia yang sudah bertumbuh sampai tahap ini.
Ada kalanya ia
tegas dank eras (seperti tentara yang sedang berperang), ada saatnya lembut bak
seorang pelayan. Pemimpin agung umumnya meramu ketegasan dan kelembutan dalam
campuran yg sempurna. Tatkala menghukum, ia setegas batu, ketika melayani, ia
selembut air.
Hanya persoalan
waktu, air sungai akan sampai ke laut. Dan di laut seluruh kekerasan dan
kelembutan (baca:dualitas) lebur menjadi satu. Pencapaian berjumpa laut seperti
inilah yang dialami oleh orang-orang seperti Nelson Mandela, Dalai Lama,
Jalalludin Rumi, hingga Mahatma Gandhi. Tempat lahir, agama dan Negara mereka
memang berbeda, tetapi ada yang sama diantara mereka; melakukan semuanya dengan
cinta, menerima hasilnya dengan keikhlasan.
Melihat hanya
segelintir manusia yang bisa memasuki wilayah laut, ada kepolosan mau tahu
silsilah spiritual manusia-manusia jenis ini. Ia mengingatkan pada cerita
tentang anak kampong yang melihat tukang balon terbang. Suatu hari anak dengan
uang pas-pasan ini melihat tukang balon terbang berjualan laris sekali. Ketika pembelinya sudah sepi, tukang balon
memompa balon warna lain. Dengan polos anak kampong bertanya,”Bang memangnya
warna hitam bisa terbang juga?”.
Dengan sabar tukang
balon menjawab,” Nak, bukan warna luar yang membuat balon bisa terbang, tetapi
sesuatu yang ada di dalam.”
Dalam bahasa
Vivekananda: when the blossoms vanish, the fruits appear. Tatkala bunganya
layu, buahnya muncul. Bila penampilan luar (pujian,kekayaan) sudah mulai
kehilangan daya tariknya, ada penampilan dari dalam (rasa syukur, rendah hati)
yang muncul sebagai pengganti.
Itu sebabnya laut
merendah, mensyukuri apa saja yang datang. Hasilnya, laut agung tidak terkira.
Ia yang berguru pada laut sedalam ini sudah menemukan orang tua spiritualnya.
Sebagai Ibu, laut
adalah simbolik cinta karena apa saja yang datang diolah penuh cinta. Sebagai ayah, laut adalah wakil keikhlasan
sempurna karena menerima apa saja tanpa keserakahan memilih.
Inilah silsilah
spiritual manusia-manusia agung. Ibunya cinta, ayahnya keikhlasan. Dalai Lama
pernah berpesan, If you want others to be happy, practice compassion.
Mempraktikkan welas asih, itulah rahasia kebahagiaan.
Dalam bahasa seorang
guru Mahamudra, If one can rest the
mind naturally, that’s the supreme meditation.
Saat batin bisa
beristirahat secara alami, itulah puncak meditasi. Keikhlasan berkontribusi
besar dalam membuat batin beristirahat dalam kealamian. Ibarat burung elang
yang terbang indah diangkasa, demikian juga kehidupan yang berjumpa orang-orang
tua spiritualnya: ikhlas, bebas, dan lepas.
Cinta membuat
semuanya berguna, bermakna………………..
Komentar