Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober 11, 2009

CANTIKMU KEKAL.

ku selalu tahu wajahmu tetap seperti ini Karna aku bisa melihat wajahmu, tanpa harus bertemu denganmu Aku tahu indahnya matamu, karna aku tahu bagaimana hatimu Tapi yang paling aku tahu dari dirimu adalah, Wajahmu yang selalu menggambarkan keceriaan dan keramahan Menggambarkan bahwa kau memiliki kasih dan kepedulian Terhadap sesama dan mereka yang kau sayangi dan membutuhkanmu Dan selama itu yang dikatakan oleh wajahmu, Kau akan selalu tampak cantik dan ayu Walaupun seandainya nanti usiamu telah beranjak Walaupun dimasa tua dan rambutmu mulai beruban Selalu, dan sampai akhir nanti Bagiku, kau tidak akan berubah dan akan tetap seperti ini Dan itulah kecantikan terhebat didunia ***SSL**

CINTA ITU..?

Ibarat Cinta In All News, Esai, Islam, Kebudayaan, Lapak, Sastra dan Seni on 27 Agustus 2009 at 8:25 pm Cinta itu ibarat apa, api atau air? Sekelumit kisah disuguhkan dalam “Musyawarah burung-burung” karya Fariduddin At-Tar. Seorang ahli ibadah suatu saat bermimpi, dia sedang menyembah patung di Yunani. Ahli ibadah itu penasaran. Bersama rombongannya dia mendatangi Yunani dan sampailah di suatu kuil dia melihat seorang wanita yang sangat-sangat cantik. Dia terpikat dan betul-betul terpikat. Dalam kisah itu, si Ahli Ibadah tersebut rela melepaskan seluruh atribut keagamaannya dan masuk ke agama si wanita. Namun, tetap ada yang tak tega dengan si ahli ibadah. Murid-muridnya berusaha melepaskan dia dari ketergantungannya akan cinta. Itu berhasil, walau dengan sangat bersusah payah. End of fragmen. Mungkin cinta ibarat api. Selagi kecil ia menjadi kawan, namun sifat kodratinya tak bisa dihalangi. Api akan membakar seluruh zat hingga sekecil-kecilnya dan kemudian merubah zat itu menjadi sua

BISAKAH KITA SEPERTI BAN TUBLES?

I”Habis gelap, terbitlah terang,” demikian Ibu Kartini memesankan. Setiap situasi sulit, pasti ada akhirnya. Masalahnya, kita sering tidak tahu kapan kesulitan itu akan berakhir sehingga tidak mudah untuk memutuskan apakah harus menyerah dan berhenti sampai disini saja, ataukah kita mesti bertahan ’sebentar’ lagi? Jika berhenti, boleh jadi kita kehilangan momentum karena bisa saja sebenarnya kita sudah berada pada ’detik-detik’ menjelang akhir itu. Tapi, kalau harus terus, sampai kapan? Anda tentu tahu bahwa kemajuan teknologi memungkinkan kita menggunakan ban mobil tanpa ban dalam. Ban sejenis itu bernama ’Tubeless Tyre’. Namun, lidah ketimuran kita lebih mudah menyebutnya sebagai ban cubles, alias ban tanpa ban dalam. Kekaguman saya terhadap ban cubles seolah tidak pernah habis-habisnya. Pertama karena dia mengajari kita untuk mengubah paradigma. Semula, yang namanya ban, ya mutlak mesti ada ban dalam. Jadi, tanpa ban dalam, ban tidak bisa dipompa. Ban cubles mengenalkan kita kepad